Smith (1985: 290), mengungkapkan dalam suatu tulisan tentang manusia
sebagai makhluk yang mampu menggunakan simbol, menunjuk pentingnya konteks
dalam makna simbol. Smith (1985: 310), berpendapat bahwa “tanpa suatu kompleks
simbol, pikiran relasional tidak akan mungkin terjadi. Manusia memiliki
kemampuan untuk mengisolasi hubungan hubungan dan mengembangkannya dalam makna
abstrak”.
Yaswarau
(2007: 23) mengatakan bahwa:
Manusia adalah makhluk Tuhan
yang paling tinggi derajatnya, karena memiliki keistimewaan sebagai karunia
Tuhan, yakni akal budi (kadang juga akal sehat, nurani). Akal budi manusia itu
mencakup kemampuan berpikir, daya cipta, karsa dan rasa. Kemampuan bersuara
pada manusia ditingkatkan menjadi kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Kemampuan
berkomunikasi dengan bahasa ini bisa terjadi karena adanya kemam
puan untuk
menciptakan lambang (symbol): bunyi-bunyi yang melambangkan sesuatu dan sesuatu
itu bisa makna, maksud, gagasan, konsep dan sebagainya.
Manusia berfikir, berperasaan dan bersikap dengan
ungkapan-ungkapan yang simbolis. Ungkapan-ungkapan simbolis ini merupakan ciri khas
manusia yang membedakannya dari hewan. Cassirer menegaskan, bahwa manusia itu
tidak pernah melihat, menemukan dan mengenal dunia secara langsung kecuali
melalui berbagai simbol. Hanya manusia yang dapat melakukan simbolisasi
terhadap sesuatu. Manusia merupakan makhluk yang mampu menggunakan, mengembangkan,
dan menciptakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk berkomunikasi dengan sesamanya
(Ahimsa dalam Sumandiyo, 2003). Penggunaan simbol dalam wujud budaya, tentunya
dilakukan penuh kesadaran, pemahaman, dan penghayatan yang tinggi, serta dianut
secara tradisional dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Simbol atau tanda dapat dilihat sebagai konsep-konsep yang
dianggap oleh manusia sebagai pengkhasan sesuatu yang lain. Suatu simbol
menstimulasi atau membawa suatu pesan yang mendorong pemikiran atau tindakan.
Simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tulis yang
diberi makna oleh manusia. Bentuk primer simbolisasi oleh manusia adalah
melalui bahasa. Tetapi manusia juga berkomunikasi melalui tanda dan simbol
dalam bentuk lain seperti lukisan, tarian, musik, arsitektur, pakaian,
perhiasan, dan lain lain. Begitu juga yang terdapat pada masyarakat Suku Dayak
Bakumpai yang penuh dengan simbol-simbol. Salah satu contohnya pada tari Parang
Maya ini banyak simbol-simbol yang muncul didalamnya. Sesajen yang
disajikanpun menandakan simbol-simbol yang bermakna. Dari bentuk busana hingga
properti yang digunakan di dalam tari Parang Maya ini juga mengandung makna tertentu.
Begitu juga dengan gerakan-gerakan tari yang dilakukan dalam Tari Parang Maya
serta musik pengiring khususnya syair pengiring tarian tersebut pun terdapat
sebagai simbol yang bermakna.
Komunikasi antar budaya adalah proses komunikasi simbolik,
interpretatif, transaksional, dan kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah
orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan, memberikan
interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam
bentuk prilaku tertentu sebagai makna yang diperlukan (Liliweri, 2003: 12-13).
Komunikasi interaktif adalah komunikasi yang dilakukan komunikator dan
komunikan dalam dua arah namun masih berada pada tahap rendah (Wahlstrom dalam
Liliweri, 2003: 24).
Apabila masuk ketahap tinggi, misalnya saling mengerti perasaan
dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut masuk ke dalam tahap komunikasi transaksional
(Hybels dan Sandra dalam Liliweri, 2003: 24). Manusia adalah makhluk budaya
sekaligus bersimbol. Ia bebas berbuat dan bertindak, berfikir dan menentukan
suatu keputusan. Tanpa terkecuali bagi masyarakat Suku Dayak Bakumpai yang
berada di Kabupaten Barito Kuala.
Dalam suatu sistem budaya dapat ditemui empat perangkat simbol
yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri bagi manusia-manusia yang bersangkutan
dalam tindakan antar mereka. Keempat perangkat simbol tersebut dikemukakan oleh
Hidajat (2011: 16), yaitu:
1. Simbol-simbol
konstitutif yang terbentuk sebagai kepercayaan
kepercayaan dan biasanya merupakan inti dari agama;
2. Simbol-simbol kognitif
yang membentuk ilmu pengetahuan;
3. Simbol-simbol penilaian
moral yang membentuk nilai-nilai dan aturan
aturan; serta
4. Simbol-simbol
pengungkapan perasaan atau simbol-simbol ekspresif.
Dari keempat perangkat simbol tersebut penulis menganalisis makna
simbol tari Parang Maya Suku Dayak Bakumpai baik dalam bentuk gerak, busana,
properti dan iringan/musik tari tersebut ke dalam simbol konstitutif, simbol
kognitif, simbol penilaian moral dan simbol ekspresif.
Pengetahuan manusia atas kemampuan menggunakan simbol
(simbolisasi) inilah yang kemudian melahirkan berbagai macam kajian mengenai
fungsi simbol dalam kehidupan manusia. Menurut Hamburg dalam Hidajat (2011),
setidaknya ada tiga fungsi simbol yaitu sebagai:
1. ekspresi, seperti terungkap dalam mitos, seni, dan
bahasa;
2. institusional, seperti terungkap dalam pandangan dunia
alami;
3. commonsense, yang terbangun dan terekfleksi dengan
bahasa;
4. konseptual,
terungkap dalam sistem tanda-tanda seperti terdapat dalam
dunia sains.
De Saussure dalam Sumandiyo (2003: 3-4) menyatakan bahwa hubungan
antara bentuk dan makna tidak bersifat pribadi, tetapi sosial, yakni didasari
oleh kesepakatan (konvensi) sosial. Para strukturalis, merujuk pada de
Saussure, melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk dan makna. De Saussure
menggunakan istilah signifiant (signifier, ing.; penanda, Ind.)
untuk segi suatu tanda, dan signifié (signified, ing.; petanda,
Ind.) untuk segi maknanya. Dengan demikian mereka melihat tanda sebagai sesuatu
yang menstruktur (proses pemaknaan berupa kaitan antara penanda dan petanda)
dan terstruktur (hasil proses tersebut) di dalam kognisi manusia.
Dalam teori de Saussure, signifiant bukanlah bunyi bahasa
secara konkrit, tetapi merupakan citra tentang bunyi bahasa (image
acoustique). Dengan demikian, apa yang ada dalam kehidupan kita dilihat
sebagai bentuk yang mempunyai makna tertentu. Bahasa yang disampaikan,
diungkapkan dan digambarkan melalui bahasa gerak tubuh para penari. Secara umum
gerak tari yang dilakukan mengungkapkan suatu maksud di dalamnya.
Gerakan-gerakan pada tari ini memiliki makna yang berbeda apabila gerak-gerak
tersebut dilakukan di daerah lain dengan bentuk gerak, dan tempo yang berbeda
pula.
Whitehed (Hidajat, 2011: 18) mengemukakan bahwa:
Pikiran manusia berfungsi secara
simbolis apabila beberapa komponen pengalamannya menggugah kesadaran,
kepercayaan, perasaan, dan gambaran mengenai komponen-komponen lain dalam pengalamannya.
Perangkat komponen yang terdahulu adalah ‘simbol’ dan perangkat komponen yang
kemudian membentuk ‘makna’ simbol. Keberfungsian organis yang menyebabkan
adanya peralihan dari simbol kepada makna itu akan disebut referensi.
Jika mengkaji teori-teori yang dikemukakan di atas, maka setiap
simbol akan senantiasa memiliki makna, baik yang tersirat maupun yang tersurat,
sehingga tari Parang Maya Suku Dayak Bakumpai tentunya ada simbol dan
makna yang menarik untuk dianalisis, ditafsirkan, dan dijelaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar